writing, sharing, expressing

Mahasiswi Kanada Nikmati Kehidupan Dayak

Beberapa saat sebelum berangkat ke desa.
SEORANG mahasiswi asal Kanada, Savhanna Wilson (24), menjejakkan kakinya pertama kali di Bumi Borneo, Minggu (10/4) malam. Dia sedang dalam liburan semester dari program pertukaran mahasiswa di sebuah universitas internasional di Bangkok, dan ingin mengisi liburannya dengan melihat kehidupan tradisional orang Dayak di pedalaman.

Awalnya, saya terkejut menerima sebuah email beberapa minggu lalu, dari seseorang mahasiswi asing. Ternyata, dia mendapatkan email saya dari sahabat lama saya, Christian Oesterheld seorang Jerman, yang kini menjagar di universitas di Bangkok.

Christian menyarankan Savhanna untuk mengisi liburan, dengan mengalami langsung kehidupan masyarakat pedalaman. Saya tentu senang sekali dengan rencana itu, yang akhirnya benar-benar terealisasi.

Berbagai rencana telah disusun sehingga Savhanna tinggal melaksanakannya selama sepekan tinggal di kampung saya, Balai Berkuak, Kabupaten ketapang, yang berjarak sekitar 200 kilometer dari Kota Pontianak. Adik saya sengaja datang menjemputnya, karena Savhanna ingin mengalami naik sepeda motor untuk jarak yang lumayan jauh itu.

Savhanna yang belum bisa berbahasa Indonesia satu patah katapun, pasti bisa memberi motivasi bagi orang-orang muda di kampung pedalaman. Karena itu, adik saya yang juga guru di SMA di kampung, sudah mempersiapkan jadwal agar Savhanna bisa berkunjung ke beberapa kelas.

“I’m studying the culture of some countries and I am glad to do the field research,” ujar Savhanna, menjelaskah jika dia sedang mempelajari budaya beberapa negara dan senang melakukan studi lapangan.

Beberapa kegiatan unik telah menanti Savhanna di kampung kami. Di antaranya, menyelam ke sungai untuk menembak ikan dengan senjata tradisional Dayak yang disebut sempetek. Sempetek berupa senjata mirip senapan kecil terbuat dari kayu, dengan peluru anak panah dari logam.

Bagi orang pedalaman, mencari ikan dengan cara itu sering dilakukan pada musim kemarau. Mereka bisa pergi menyusuri sungai menggunakan perahu dayung. Kemudian menyelam di bagian sungai yang diduga tempat persembunyian ikan-ikan.

“Rowing boat? That’s sound amazing!” ucap Savhanna begitu tahu dia akan merasakan naik perahu dayung menyusuri sungai-sungai di tengah hutan.

Kegiatan lainnya, dia akan ikut serta dalam latihan bela diri pencak silat bersama anak-anak desa, berkunjung ke beberapa sekolah, mendatangi rumah betang atau lamin Dayak yang masih tersisa, serta melihat tempat keramat di tengah hutan.

Tempat keramat dulunya merupakan sarana pemujaan sistem kepercayaan animisme. Ini cukup penting bagi Savhanna, karena dia juga mempelajari sistem kepercayaan animisme di beberapa negara, sehingga bisa membuat perbandingan.

Dia juga menyanggupi permintaan saya untuk menanam beberapa pohon di halaman atau di lahan milik orangtua saya. Jika pohon itu tumbuh dan berkembang, bisa menjadi semacam “monumen peringatan” atas kunjungan pertama Savhanna ke Indonesia, dan juga sebagai bentuk perhatian orang luar terhadap kehidupan tradisional di perkampungan.

“I am pleased with all these plans, and I hope everything can be done,” ucap Savhanna, menggambarkan rasa senangnya dengan semua rencana yang diharapkan bisa terlaksana.

Dan pada Senin (11/4) pagi, Savhanna dan adik saya berangkat menuju kampung halaman kami dengan mengendarai sepeda motor. Saya berharap, kunjungan sederhana ini memberikan kebahagiaan bagi orang-orang di kampung.

SEVERIANUS ENDI

*Versi yang sudah diedit dari tulisan ini dimuat Harian Tribun Pontianak edisi Rabu, 13 April 2011.

* Versi yang sama juga dimuat di situs tribunnews dot com di link ini dan juga di Banjarmasin Post di link iniTautan.




1 komentar:

terima kasih telah berkomentar :)

Mahasiswi Kanada Nikmati Kehidupan Dayak