writing, sharing, expressing

Off-roader Alami di Jalan Lintas Kalimantan

Tepat nggak judul itu? Terserah. Seorang teman yang bekerja di metropolitan dan menjadi "kaum urban" berkomentar: wah sudah jadi off roader sejati ya bung? Katanya setelah melihat beberapa foto perjalan saya ke pedalaman.

Pontianak-Ketapang, perjalanan darat yang punya cita rasa tersendiri. Dari Pontianak, sekitar 50 KM kemudian adalah Tayan, sebuah kota bisnis yang menjadi persinggahan aktifitas ekomoni dari dan ke pedalaman. Tayan ke Piasak dibelah oleh sebuah--entahlah apa tepatnya--danau atau laut kecil, sehingga harus menyeberang dengan motor klotok jika membawa sepeda motor.

Sampai ke Piasak, sekitar 10 KM berikutnya adalah Teraju, kita masih bisa bernafas lega. Jalan masih cukup "manusiawi" untuk dilewati. Setelah Teraju...nah...wellcome to the jungle!!!


Bersiaplah hai off roader sejati! Anda akan diuji oleh alam. Saya memutuskan untuk selalu menjalani tantangan ini dengan enjoy.

Inilah wajah pembangunan kita. Jalan rusak di musim hujan: becek, lumpur, bubur tanah. Belum lagi jika di setiap tempat Anda menjumpai jalan tol ala rimba. Sekelompok orang sengaja membuat "miting", sebuah istilah lokal untuk semacam jembatan darurat atau sekedar pijakan untuk lewat.

Dan ada tarif, biasanya seribu perak untuk sepeda motor, puluhan ribu untuk truck. Anda akan menyaksikan pemandangan indah: puluhan truck berjejer antri saling tarik menarik agar bisa keluar dari lumpur. Tak jarang ada yang terpaksa bermalam di jalan antara 2 hari sampai lebih dari seminggu!

"Tamasya" seperti ini lumrah di musim penghujan. Mandi lumpur menjadi ritual yang tak bisa dielakkan. Mau bagaimana lagi? Memang inilah potret kehidupan pedalaman. Kalau mau berdebat tentang pembangunan infrastruktur, bukanlah perkara sepele.

Bupati akan menunjuk jari ke Gubernur, bahwa jalan provinsi merupakan proyek provinsi. Maka Gubernur pun akan menunjukkan jari ke Jakarta, bahwa dana pembangunan jalan ini dari APBN. Ya sudah, memang sudah begitu, apa mau dikata...

Menjadi rakyat kecil memang begini. Jalan hancur selalu bisa sim salabim menjadi tamasya dengan nuasanya sendiri. Jika musim kemarau, Anda juga akan menemukan sebuah tamasya yang lain: jalan berlobang meski tanpa becek, kabut asap dan debu melingkupinya.

Lengkap sudah. Ya, lengkap sudah. Siapa ingin bertamasya? Siapa ingin menjadi off-roader alami? Cepatlah ke sini, keburu jalan diperbaiki...

Pontianak, 24 Januari 2008
SEVERIANUS ENDI

* Foto-foto adalah koleksi pribadi




1 komentar:

  1. Memang wajah jalan trans kalimantan yang menghubungkan pontianak-kabupaten ketapang sangat buruk, dan kalau di jawa itu hanya ada i sirkuit motor cross seperti di pantai glagah (jogja, jangan tanya saya juga tidak tahu ini daerah mana?!)Sepertinya ada ketimpangan pembangunan yang secara tersirat disengaja oleh pemerintah, buktinya daerah lain selain kalimantan barat sangat maju, dan bahkan sampai dimanja oleh pemerintah pusat, padahal hasil alamnya sama seperti kalimantan barat. Tidak tahu juga sampai kapan kalbar bisa memiliki jalan2 seperti di jawa (jalan AS Jogja-Semarang yang katanya lebar daripada jalan tersebut hampir 20 meter, kalau kurang berarti waktu ngukur nya kemarin termasuk trotoarnya dan simperan aspalnya yang berceceran di pinggir jalan. Ya.. itulah kalimantan...Pulau Borneo...pulau pusaka...yang terlantar pembangunannya disegala bidang...!!!disegala bidang...!!!. Untuk masalah ini jangan kita salahkan pemerintah pusat dengan APBN-nya, karena itu semua habis untuk membangun infrastruktur di pusat. Warga kalbar jangan bermimpi dapat jalan bagus...kacian deh loe.jadi crosser trusss nih ye...makanya jenggot itu dipotong biar APBN dikucurkan untuk pembangunan jalan trans jenggot kalimantan

    BalasHapus

terima kasih telah berkomentar :)

Off-roader Alami di Jalan Lintas Kalimantan