![]() |
Ilustrasi: tanaman di halaman rumahku. |
Sebagian dari kutipannya:
"Otak
yang stres, melihat berbagai hal melalui perspektif yang sempit, karena
pusat-pusat ancamannya diaktifkan. Rasa terima kasih mendorong kita untuk
mengambil perspektif yang lebih luas, yang dapat membantu penyelesaian masalah,
apakah itu situasi yang sulit di tempat kerja atau masalah pribadi."
Hal sederhana. Kecil. Kadang-kadang terasa tidak penting. Syukur? Tapi membaca secara utuh artikel yang menampilkan saripati penelitian psikologis itu, memberi kesempatan untuk merenung sejenak.
Hal sederhana. Kecil. Kadang-kadang terasa tidak penting. Syukur? Tapi membaca secara utuh artikel yang menampilkan saripati penelitian psikologis itu, memberi kesempatan untuk merenung sejenak.
Sudahkah
aku bersyukur terhadap hal apapun yang telah kuterima. Yang telah terjadi. Yang
diberikan orang. Yang boleh kualami. Sudahkah?
Aku
suka kutipan yang kutampilkan itu. Memang benar adanya. Saat stres, pemikiran
menjadi sempit. Mudah marah. Putus asa. Hilang kesabaran.
Penjelasannya
adalah ketika stres, segala hal dilihat secara sempit. Sebab pusat-pusat
ancaman dalam otak sedang aktif. Apa-apa yang dirasakan dan dilihat, dianggap
sebagai ancaman. Maka tak heran ketika seseorang sedang stres, mudah sekali
melakukan sesuatu di luar nalar.
Sebaliknya,
rasa terima kasih, rasa syukur, justru memberi ruang pemikiran yang lebih luas.
Lebih sabar. Lebih bijak. Dan ini sebenarnya yang dicari. Haruskah segala
sesuatu disikapi dengan emosional? Pasti tidak.
Dan
sebagai manusia yang penuh kelemahan, aku terus bergumul dan belajar dengan
problematika kehidupan macam ini. Ke depan semoga senantiasa diingat, bahwa
rasa syukur yang kadang terlupa, selayaknya ditempatkan kembali di muka.
Menjadi yang terdepan dalam kehidupan. Sekecil apapun. Sesederhana apapun.
Dan
aku bersukur memulai hari ini dengan membaca artikel ini. Mari sama-sama
bersyukur. Mengingatkan para sahabat yang lupa. Mengingatkan diri
sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih telah berkomentar :)