Lembaran tersebut untuk DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Isinya berupa lambang parpol dan deretan nama para calon anggota legislatif (caleg) di bawahnya.
"Alangkah baiknya, sebelum berangkat ke tempat pemungutan suara (TPS), para pemilih sudah menetapkan dalam hati, partai dan caleg mana yang akan dipilih," ujar Ketua KPU Kalbar, AR Muzammil, dalam perbincangan santai dengan wartawan dan redaktur di Kantor Tribun Pontianak, Selasa (19/3) siang.
Sistem seperti ini menuntut sikap warga pemilih yang cerdas dan menentukan pilihan secara sadar. Jika sejak berangkat ke TPS sudah terbayangkan siapa yang hendak dipilih, maka tak banyak waktu terbuang.
"Bayangkan, begitu masuk bilik suara, membuka lipatan surat suara yang lebar. Terus pemilih bingung karena banyaknya partai dan caleg. Bisa-bisa bilik suara menjadi bilik termenung," candanya disambut gelak tawa para redaktur.
Ungkapan kocak Muzammil merujuk pada kosa kata bahasa Malaysia. Negeri serumpun itu menggunakan sebutan bilik termenung untuk toilet atau WC.
Setelah sembilan kali pemilu masyarakat terbiasa mencoblos, kini berubah mencentang menggunakan alat tulis. KPU pun melakukan pengadaan ballpoint dengan tinta warna merah, sebagai alat memberi tanda.
Banyak orang pesimis dengan sistem baru ini. Mereka khawatir, tingkat suara tidak sah akan meningkat. Karena dengan sistem coblos yang sudah sangat familiar pun, suara tidak sah masih lumayan tinggi.
"Saya tetap berpikir positif. Tidak seseram yang dibayangkan orang, seperti mau kiamat saja dunia ini. Saya sehari-hari memenang balpoin, tapi ketika diberikan sebilah parang, saya masih bisa gunakan itu untuk menebas rumput. Nah, begitulah kira-kira analoginya, pemilih yang hanya biasa pegang parang, masak ndak bisa pegang pulpen hanya untuk memberi tanda centang," papar Muzammil.
Ia juga tak henti-hentinya menegaskan, pekerjaan para anggota KPU menuntut penuh waktu. Maka, ia meminta para anggota KPU di daerah jangan sampai "nyambi" pekerjaan lain, sehingga tanggungjawab utama terbengkalai.
"Mungkin sama seperti wartawan, kerja penuh waktu. Kalau orang lain long time week end, kita ini kerja long time," lagi kelakar ayah tiga anak ini. (end)
Sistem seperti ini menuntut sikap warga pemilih yang cerdas dan menentukan pilihan secara sadar. Jika sejak berangkat ke TPS sudah terbayangkan siapa yang hendak dipilih, maka tak banyak waktu terbuang.
"Bayangkan, begitu masuk bilik suara, membuka lipatan surat suara yang lebar. Terus pemilih bingung karena banyaknya partai dan caleg. Bisa-bisa bilik suara menjadi bilik termenung," candanya disambut gelak tawa para redaktur.
Ungkapan kocak Muzammil merujuk pada kosa kata bahasa Malaysia. Negeri serumpun itu menggunakan sebutan bilik termenung untuk toilet atau WC.
Setelah sembilan kali pemilu masyarakat terbiasa mencoblos, kini berubah mencentang menggunakan alat tulis. KPU pun melakukan pengadaan ballpoint dengan tinta warna merah, sebagai alat memberi tanda.
Banyak orang pesimis dengan sistem baru ini. Mereka khawatir, tingkat suara tidak sah akan meningkat. Karena dengan sistem coblos yang sudah sangat familiar pun, suara tidak sah masih lumayan tinggi.
"Saya tetap berpikir positif. Tidak seseram yang dibayangkan orang, seperti mau kiamat saja dunia ini. Saya sehari-hari memenang balpoin, tapi ketika diberikan sebilah parang, saya masih bisa gunakan itu untuk menebas rumput. Nah, begitulah kira-kira analoginya, pemilih yang hanya biasa pegang parang, masak ndak bisa pegang pulpen hanya untuk memberi tanda centang," papar Muzammil.
Ia juga tak henti-hentinya menegaskan, pekerjaan para anggota KPU menuntut penuh waktu. Maka, ia meminta para anggota KPU di daerah jangan sampai "nyambi" pekerjaan lain, sehingga tanggungjawab utama terbengkalai.
"Mungkin sama seperti wartawan, kerja penuh waktu. Kalau orang lain long time week end, kita ini kerja long time," lagi kelakar ayah tiga anak ini. (end)
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih telah berkomentar :)