writing, sharing, expressing

Pada suatu potong waktu

Pada suatu potong waktu, beberapa masalah menggelayut berat. Tepatnya, saat menyandang pangkat sebagai mahasiswa tua. Kata "tua" sebetulnya relatif. Kuliahku selesai dalam kurun 6,7 tahun. Bagi yang lulus lebih cepat dari rentang itu, tentulah otak dia akan berproses, dan keluar kesimpulan: lama! Beberapa mahasiswa muda "menasehati", jangan lama-lama. Jangan melawan dosen. Bla bla bla. Aku diam saja. Toh, percuma membela diri, karena dalam otak mereka yang muda itu sudah tertanam, lamanya kuliahku karena "dakwa" mereka itu. Nah, proses berjalan, mereka yang muda di antaranya mulai pada tahap sepertiku. Sebagian lancar, sebagian juga mengalami seperti yang kualami. Aku diam saja. Waktu sedang menjawab.

Dalam "kelamaanku" berproses di dunia perkuliahan, kalau boleh sesekali berapology, rasanya sedikit kegiatan "non bangku kuliah" sempat kulakukan. Saat itu aku masih berpikir, ada baiknya menyeimbangkan teori dengan implementasi. Sempat juga bekerja, meski dalam rentang tak terlalu lama, namun langsung menukik pada bagaimana mengaplikasikan sesuatu yang pernah dipelajari.

Dalam suatu potong waktu yang lain, aku berpikir, mungkinkah hidup tanpa masalah? Seseorang pernah berujar, entah di mana dan siapa, bahwa "kalau tak mau ada masalah, tinggal di surga saja". Implisit, hidup di dunia fana senantiasa akan menjumpai masalah. Hakekatnya, barangkali, hidup untuk masalah, dan masalah meminta solusi. Lalu muncul pameo yang pernah singgah: "the losser always has an excuse, but a winner always has a solution". Tampak jelas, masalah akan selalu ada di satu sisi, dan pilihan manusia menghadapinya di sisi lain.

Kadang aku iri melihat anak tetanggaku. Di saat hujan, dia dengan hanya memakai kolor berlari-lari, bermain air, menggoda temannya dengan memerciki air, dan setelah kuyup, pulang dan berganti pakaian. Keluguan seorang bocah, keluguan "tanpa" masalah. Lepas! Kesedihan terbesar baginya mungkin jika uang jajan kurang, atau tidak dibelikan mainan mobil remote baru.

Manusia berlomba nyaris dalam segala hal. Ada yang cuap-cuap tentang nonsense, ada yang bangga tentang nonsense, dan ada yang cuma berdiam dalam nonsense. Masalah datang silih berganti, solusi muncul dan hilang bagai siluman. Ritme kehidupan di dunia nyata memang begini, barangkali. Ada plan yang telah disusun rapi, namun ada kondisi yang segera meruntuhkannya dalam hitungan detik. Lalu semua berserah pada kehendak Yang Kuasa, seolah memang wajib didakwakan padaNya. Inilah logika manusia.

Bagaimana logika saya pribadi? Nonsense, barangkali, seperti tulisan ini.




0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah berkomentar :)

Pada suatu potong waktu