writing, sharing, expressing

Kelakar Om Ka'ban

Om Ka'ban, menteri kehutanan kita yang baru saja kena masalah suap BI, rupanya suka juga berkelakar. Sore itu, Kamis (7/8), aku terlanjur menanti Om Ka'ban sejak pukul 14.00 di Bandara Supadio. Terlanjur, maksudku jarak antara kantorku di Sungai Raya Dalam ke Supadio sekitar 25 kilometer. Mosok aku harus bolak balik, sementara RX King bututku boros premium?
So, meski bete, tetap saja aku menunggu, sambil sesekali mengontak seorang chanel (ciyah...chanel ni ye) untuk memastikan, jam berapa sebenarnya helikopter yang membawa Om Ka'ban tiba. Sebelum lupa, aku ceritakan ya, Om berambut putih itu sedang ke Kapuas Hulu, menyerahkan sertifikat kepada Apui Janggut, kepala Adat Dayak Iban di Kampung Sungai Utik, Kapuas Hulu. Apui Janggut dinilai berhasil memimpin masyarakat Adat di sana melestarikan hutan desa, sehingga berhak menerima sertifikat itu.

Hei, nama kepala Adat itu benar Apui Janggut lho, bukan aku mengada-ada karena kegantenganku yang melebihi Achmad Dhani (lho, apa hubungannya?)

Kembali ke Om Ka'ban. Bete aku menunggu, kucari obatnya. Lah...ini kan bandara, banyak 'porselen hidup' bergentayangan. Cuci mata! Kenapa tak dari tadi kusadari, betapa tempat ini menyuguhkan begitu banyak pemandangan indah? Paha dan betis mulus putih lalu lalang, cewek-cewek itu berbusana menggoda iman. Bukan salahku, lho! Mereka berani berpakaian begitu, artinya siap dengan konsekuansi untuk 'ditonton', khan?

Bosan melihat 'porselen mengkilap' itu, aku kontak lagi channel tadi. Dijawab: Pak Menteri baru akan tiba sekitar pukul lima sore. Dubrak!!! Apa macam bro! Menderitalah ogut. Maka pekerjaan di kantor belum seitil pun selesai, sekarang aku 'terpenjara' di belantara kaki-kaki yang berseliweran?

Seorang teman wartawan mengirim sms: 'kacian dech loe, tapi asyik ya cuci mata?' Teman yang reporter televisi pun menjerit: 'aduh, deadline nih, udah mau on air, sayang gue gak bisa datang!' Yah sudahlah, aku udah terlanjur menunggu.

Tanda-tanda kehidupan mulai terasa menjelang pukul lima. Aku melangkah menuju ruang tunggu VIP, lalu menikmati sejuknya AC. Duduk di sebuah sofa empuk, akupun terlelap sejenak. Tanpa mimpi.

Tiba-tiba, dering telpon di ruangan itu mengejutkanku. "Halo, halo? Iya, iya sebentar lagi, sudah mau mendarat," ujar seorang petugas. Aku terbangun, dan mengucek mata. Benar, suara helikopter terdengar di kejauhan, bersaing dengan deru pesawat. Kapak-kapak-kapak-kapak-kapak!

Heli mendarat, dengan mataku yang rabun, sosok Om Ka'ban terlihat menuruni tangga heli dan melangkah menuju ruangan VIP. Rambutnya yang putih tergerai oleh angin, dan di lehernya masih melilit syal bermotif khas Dayak.

Hanya ada tiga wartawan yang menanti dia. Entah pada kemana yang lain. Kami pun minta waktu ngobrol sama dia. Yah tentang apa saja deh, yang penting ada bahan. Blablabla, wawancara berjalan lancar.

Waktu ditanya komentarnya soal buaya yang makin ganas di wilayah Pontianak, ia justru menawarkan menjadi penangkar buaya. "Kenapa Anda tidak jadi penangkar buaya saja? Kulitnya mahal lho, dihitung per inchi, bukan per meter. Selain itu dagingnya bisa diekspor, dan... tangkurnya hahaha..." kelakar Om Ka'ban.

Sial ni orang. Mosok ngetawain musibah kite sih? Di Desa Punggur, Kecamatan Kakap, sudah berapa nyawa melayang karena diserang buaya. Tapi ada benarnya juga kotbah Om Si Rambut Putih. Buaya, katanya, tak akan menyerang manusia jika habitatnya tidak diganggu. Ah, iya, kan ada tuh, orang-orang yang bikin tambak udang di hutan mangrove di Batu Ampar? Konon menurut sahibul hikayat, tambak itu ilegal. Males ah, gue tak mau masuk ke ranah konflik itu.

Lalu, Om Ka'ban pun bilang: "Kan lebih enak bisnis kulit buaya, dari pada jadi buaya darat, hahaha..." Wew, jelas-jelas tampangku tak seperti buaya darat. Apa maksud Anda, Om? Eh, jangan-jangan dia tahu, saat aku menunggu kedatangannya, memanfaatkan waktu dengan cuci mata melihat 'porselen hidup' yang lalu lalang di ujung hidung eh mata...




3 komentar:

  1. mantafff... tanya terus, catet terus,
    kalo SBY nggak berani mecat Ka'ban, kite jak yang jabanin..

    BalasHapus
  2. Ini mo kerja, apa mo cuci mata. Penyakit lama yg g pernah sembuh hahaha.. salam, bang.

    BalasHapus

terima kasih telah berkomentar :)

Kelakar Om Ka'ban