writing, sharing, expressing

Bidadari Mungil

Beginilah, kalau Sang Bidadari Kecil ada maunya, jangan harap bisa bekerja dengan tenang di rumah. Rasa ingin tahu si sulung ini mengalahkan segalanya, dan siap-siap menerima ngambeknya jika tak dipenuhi.

Tapi saya senang. Meski pekerjaan terhambat, tapi Si Kecil menampakkan ketertarikannya pada piranti berteknologi tinggi. "Eya ijam putei papa," ucapnya.

Eh, meski belum genap berusia 2 tahun, ucapannya sudah bisa ditangkap merujuk ke sesuatu. Tentu bukan terjadi dengan sendirinya, karena hari demi hari adalah "sekolah" yang tak berkesudahan.

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT



2 komentar:

  1. Orang bijak mengatakan, anak adalah anugerah yang terindah. Sebelum menyesal berikan dia yang terbaik dan terus belajar untuk memberikan cinta.

    Rutinitas, ambisi, dan ego orangtua kadang membuat kita lupa. Ternyata ada mahluk kecil yang dititipkan pada kita. Dan, si mungil itu adalah gambaran rupa Ilahi itu sendiri.

    BalasHapus
  2. Thanks a lot, Pak Akim, sangat mengispirasi sekali. Ambisi, ego, bahkan tekanan pekerjaan, kadang membuat kita lupa dan tenggelam dalam terkaman kapitalisme. Seakan-akan, manusia sudah menjelma menjadi mesin yang tak boleh punya "perasaan", hehehe. Ups, gawat kalau ketahuan nulis kayak gini. Bisa dapat teguran kerassss!!!!

    BalasHapus

terima kasih telah berkomentar :)

Bidadari Mungil